STRATEGI KONSERVASI LINGKUNGAN DEMI MENJAGA KETERSEDIAAN AIR BERSIH

Air bersih menjadi sumber daya penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Baik itu manusia ataupun hewan dan tumbuhan di sekitar kita, sangat bergantung pada keberadaan sumber air. Namun, pasokan air bersih makin berkurang akibat adanya perusakan alam di sekitarnya. Maka kita membutuhkan strategi konservasi lingkungan untuk menjaga ketersediaan air bersih.
Sebenarnya, apa hubungan menjaga alam lingkungan sekitar dengan keberadaan air bersih? Untuk memahaminya, pertama-tama kita perlu mengerti siklus air terlebih dahulu. Sumber air di permukaan bumi; misalnya laut, sungai, danau juga air dari permukaan tumbuhan; akan menguap oleh sinar matahari. Air ini akan berkumpul di atas bumi dan didinginkan atau mengalami kondensasi menjadi awan. Lama-kelamaan, massa air di dalam awan akan semakin banyak dan semakin berat. Ketika awan sudah tidak mampu menahan berat air, air akan turun ke permukaan bumi sebagai hujan. Di permukaan bumi, air akan kembali mengisi sungai, danau dan cekungan lain. Seluruh air yang tergenang di permukaan bumi akan mengalir ke sungai-sungai besar dan bermuara ke laut.
Namun yang tak kalah penting adalah air yang terserap ke dalam tanah di sekitarnya. Air yang turun dan mengalir di permukaan bumi membutuhkan pepohonan untuk menyerapnya ke dalam tanah untuk kemudian disimpan menjadi air tanah. Apabila sudah tidak ada pepohonan, tidak akan ada cadangan air tanah yang digunakan di musim kemarau. Pun ketika musim hujan, air yang mengalir deras tanpa ada yang menahan lajunya akan menyebabkan banjir ke pemukiman warga. Juga bahaya tanah longsor yang mengintai karena tanah sudah kehilangan akar pohon sebagai penguat strukturnya.
Upaya Pemerintah dalam Menyusun Strategi Konservasi Lingkungan
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) terbesar di dunia. Indonesia bahkan disebut-sebut sebagai “paru-paru dunia” karena wilayah hutannya yang begitu luas. Namun demikian, berbagai sumber daya alami telah beralih fungsi demi mencukupi kebutuhan manusia. Banyak hutan dibuka untuk pertanian atau perkebunan, sehingga pepohonan besar digantikan dengan tanaman kecil yang akarnya tak kuat menahan beban tanah jika longsor. Ditemukannya hasil mineral tambang di dalam permukaan bumi juga membuat manusia tega membabat habis hutan yang ada.
Memang pada dasarnya pemanfaatan SDA untuk kebutuhan manusia sah-sah saja dilakukan. Namun, tindakan yang berlebihan dalam alih fungsi lahan hutan dan wilayah alami lainnya justru akan menimbulkan bencana bagi manusia. Untuk itu, pemerintah melakukan berbagai upaya dalam rangka menyusun strategi konservasi lingkungan mengenai pemanfaatan SDA. Salah satunya adalah dikeluarkannya Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.
Menurut UU tersebut, pengertian konservasi adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya, dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Di dalam UU ini juga diatur mengenai perlindungan Kawasan Suaka Alam (KSA) yang berupa cagar alam dan suaka marga satwa’ serta Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang berupa taman nasional, taman hutan nasional, dan taman wisata alam.
Cagar alam dipilih berdasarkan kriteria keadaan alam suatu wilayah yang memiliki jenis tumbuhan, satwa, atau ekosistem tertentu yang khas dan perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Sementara itu, suaka margasatwa memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwanya. Biasanya, suaka margasatwa digunakan untuk perlindungan hewan yang hampir punah. Pemilihan KSA dan KPA ini dilakukan oleh pemerintah, dan tanggung jawab pengelolaannya sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga tertentu yang ditunjuk pemerintah.
Salah satu contohnya adalah Taman Nasional Baluran di Kab. Situbondo, Jawa Timur. Dengan luas area sekitar 25 ribu hektare, Taman Nasional Baluran terdiri dari berbagai macam ekosistem seperti area sabana, hutan mangrove, hutan musim, hingga kawasan pegunungan. Di kawasan ini berbagai macam flora dan fauna khas hidup di alam liar. Ada sekitar 44 jenis tumbuhan yang beberapa di antaranya merupakan tumbuhan khas daerah tersebut, seperti widoro bukol, mimba, dan pilang. Ada juga beragam jenis hewan mamalia, seperti banteng, kerbau, kijang, rusa, macan tutul dan kucing bakau. Taman Nasional Baluran juga memiliki kawasan wisata unggulan yang dapat dikunjungi oleh wisatawan, di antaranya Gua Jepang, Curah Tangis, Candi Bang, Savana Semiang, Savana Bekol, Evergreen Forest Bekol, dan Pantai Bama.
Strategi Konservasi Lingkungan Secara Swadaya oleh Masyarakat
Di sepanjang aliran sungai terdapat kawasan Daerah Aliran Sungai atau DAS. Secara umum, pengertian DAS adalah suatu wilayah yang merupakan kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur air, sedimen dan unsur hara melalui sistem sungai lalu mengeluarkannya melalui satu titik (outlet) tunggal. DAS akan berfungsi dengan baik apabila lingkungan sekitarnya terjaga secara alami. Wilayah DAS meliputi bagian hulu, tengah, dan hilir sungai. Apabila ada kerusakan pada DAS, biasanya akan berdampak langsung pada pemukiman penduduk, seperti terjadinya banjir atau longsor.     Oleh karena itu, diperlukan kesadaran masyarakat sekitar dalam menjaga DAS.
Saat ini, telah banyak terbentuk komunitas peduli sungai di berbagai daerah. Contohnya adalah komunitas Gerakan Lestari Alam Terpadu (Geliat) di kawasan hulu sungai Citanduy—Kampung Cikadu, Desa Guranteng, Kecamatan Pagerageung, Tasikmalaya. Sejak tahun 2014, komunitas ini telah melakukan berbagai strategi konservasi lingkungan secara swadaya untuk menjaga alam. Kegiatan mereka antara lain penghijauan DAS Sungai Citanduy dengan cara menanam puluhan ribu batang pohon. Anggota komunitas Geliat juga aktif mengajak warga sekitar untuk peduli dan ikut menjaga lingkungan. Mereka menyadari jika kawasan hulu rusak, akan berdampak hingga ke kawasan hilir seperti saat terjadinya banjir besar di Garut pada tahun 2016.
Berkat kiprah yang telah komunitas Geliat lakukan untuk konservasi lingkungan, pada tahun 2017 mereka ditunjuk oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy untuk mengikuti pemilihan komunitas peduli sungai tingkat nasional. Kegiatan yang digelar oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat itu diikuti oleh lebih dari 71 komunitas dari berbagai wilayah di Indonesia.
Upaya Kecil yang Bisa Dilakukan
Konservasi lingkungan adalah tanggung jawab kita bersama sebagai penduduk bumi. Bila lingkungan dibiarkan rusak dan tidak ada yang peduli, tentunya akan berdampak pada kehidupan manusia. Mungkin kita tidak merasakan dampaknya secara langsung dalam waktu dekat, tetapi bisa saja dampak buruk kerusakan lingkungan baru akan terjadi pada anak cucu kita.
Beberapa upaya kecil yang bisa kita lakukan untuk menjaga lingkungan antara lain: tidak membuang sampah sembarangan di sungai, melakukan penanaman pohon di lahan gundul, menjaga taman kota, tidak melakukan perburuan liar atau penebangan pohon sembarangan, dan turut serta mengajak masyarakat sekitar dalam upaya pelestarian lingkungan.
Anda juga bisa bergabung bersama kami di komunitas Sedekah Air, untuk menyalurkan donasi bagi penyediaan air bersih di daerah yang kekurangan. Anda bisa mengakses laman http://sedekahair.org/donasi/untuk informasi lebih lanjut, atau mengusulkan tempat untuk pemasangan instalasi air di laman http://sedekahair.org/usulkan/, serta bergabung menjadi relawan di http://sedekahair.org/gabung/. Sekecil apa pun bantuan Anda, akan sangat berarti bagi mereka yang yang membutuhkan.
 
*Artikel ini merupakan sumbangan dari perusahaan desain Mehibi.
Untuk kontribusi tulisan/artikel, klik tautan berikut: http://sedekahair.org/sedekah-konten/
Untuk kontribusi dalam bentuk lain, hubungi email berikut komunitassedekahair@gmail.com

Bagikan:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
WhatsApp

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top